Rangkuman Hakikat Dakwah Fardiyah :
Definisi Dakwah
Dakwah, secara bahasa (etimologis)
berarti jeritan, seruan, atau permohonan. Adapun menurut syara’ (istilah), maka ada beberapa definisi menurut para ahli.
Menurut Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, dakwah adalah mengajak seseorang agar beriman kepada Allah dan kepada
apa yang dibawa oleh para Rasul-Nya dengan cara membenarkan apa yang mereka
beritakan dan mengikuti apa yang mereka perintahkan.
Drs. Muhammad Al-Wakil
mendefinisakan, “Dakwah adalah mengumpulkan manusia dalam kebaikan dan
menunjukan mereka jalan yang benar dengan cara amar ma’ruf dan nahi munkar.”
Allah berfirman,
“Jadilah
diantara kamu sebaik-baik umat yang mengajak kepada kebaikan, menyeru kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” (Ali Imran: 104)
Dr. Taufiq Al-Wa’i bahwa dakwah
islamiyah yaitu “mengumpulkan manusia dalam kebaikan, menunjukan mereka jalan
yang benar dengan cara merealisasikan manhaj Allah dibumi dalam ucapan dan
amalan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, membimbing
mereka kepada shirathal musraqim dan bersabar menghadapi ujian yang menghadang
di perjalanan. ” ini sesuai dengan firman Allah,
“Hai
anakku, dirikanlah shalat, suruhlah manusia mengerjakan yang ma’rif, cegahlah
mereka dari perbuatan yang mungkar, dan bersabarlah atas apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan.” (Luqman:
17)
Dari definisi diatas, semuanya
berimpit pada satu titik temu yakni , bahwa dakwah bukan hanya terbatas pada
penjelasan dan penyampaian semata, namun juga menyentuh pada pembinaan dan
takwin (pembentukan) pribadi, keluarga, dan masyarakat.
Dakwah dihadapan para pendosa,
penentang, dan pelaku kemaksiatan harus ditekankan pada ta’rif (pengenalan) dan tabligh.
Sedangkan dihadapan orang-orang yang relatif masih mempunyai fitrah yang
bersih, maka dakwah dapat ditekankan pada pembinaan dan takwin.
Firman Allah,
“Kewajibanmu
tiada lain hanyalah menyampaikan risalah.” (Asy-Syura: 48)
Dalil Syar’i Tentang Dakwah
Dakwah
ilallah adalah amalan yang masyru’ (disyariatkan) dan masuk kategori fardhu.
Tidak boleh diabaikan, diacuhkan atau dikurangi bobot kewajibannya. Hal ini
disebabkan:
1.
Terdapat
banyak perintah dalam Al-Quran dan Sunnah baik secara langsung maupun tidak
langsung, baik dengan jelas maupun dengan isyarat.
Diantara perintah yang langsung adalah
firman Allah, “Hendaklah ada di antara
kalian segolongan umat menyeru kepada kebaikan, mengajak kepada yang ma’ruf,
dan mencegah dari yang mungkar.” (Ali-Imran: 104)
Begitu pula abda Rasul saw ;
“Sampaikanlah dariku meskipun
satu ayat.” (HR. Bukhari)
Semua ayat-ayat dan hadits-hadits di atas
semuanya berupa perintah. Kalimat perintah itu menunjukkan hal yang wajib dan
izlam (harus dilaksanakan) selama tidak ada qarinah (dalil lain) yang bisa
mengalihkan hukum wajib tadi kepada hukum yang lain.
2.
Kedudukan
risalah Muhammad saw. Sebagai khatamul anbiya’wal mursalin sampai hari kiamat
nanti. Hal ini sesuai dengan firman Allah,
‘’Mahasuci Allah yang telah
menurunkan Al-Furqon kepada hamba – Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan
kepada seluruh alam.”
(Al-Furqon:1)
“Dan
tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.”
(Al-Anbiya’ :107)
Seluruh manusia menjadi sasaran pembicaraan
untuk merealisasikan risalah Rasulullah tadi dan mengikuti apa yang diturunkan
kepada beliau. ’Alamiyatur risalah (risalah yang bersifat umum) harus
direalisasikan sampai hari kiamat.
Dalam kehidupan beliau, Rasulullah saw
telah menjalankan misi risalah ini dengan segala uslub dan dan wasilah yang
memungkinkan untuk diterapkan, baik dengan kata-kata (lisan dan tulisan),
maupun tindakan, karena beliau dalam hal ini adalah sebagai uswah dan qudwah
bagi siapa saja yang mengharap ridha Allah dan perjumpaan dengan-Nya di hari
akhir. Misi ini harus senantiasa dilaksanakan karena semakin lama zaman akan
semakin menampakkan keburukannya, keruksakan dan keburukan itu harus dihadapi
dengan peran aktif untuk menghapuskannya atau minimal membatasi geraknya,
sehingga tidak merambah lebih luas lagi kepada yang lain.
3.
Adanya
ancaman yang pedih bagi siapa saja yang menyembunyikan ilmu dan tidak
mengamalkannya.
“Sesungguhnya orang-orang
yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan
yang jelas dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam
Al-Kitab, mereka itu dilaknat oleh Allah dan oleh mereka yang dapat melaknati.” (Al-Baqarah : 159)
Suatu upaya agar terhindar dari ancaman
yang maha berat ini adalah dengan melakukan kewajiban dakwah ilallah.
4.
Tamkin (kemapanan) bagi agama Allah di bumi.
Merealisasikan ketenangan di dunia dan
akhirat dalam rangka memelihara hak kehidupan bagi manusia adalah suatu
kewajiabn yang harus kita tegakkan. Dan dakwah adalah jalan satu-satunya untuk
mewujudkan hal itu, maka dakwah jadi wajib hukumnya. Karena sebagaimana kaidah
ushul fiqih, bahwa: “Sesuatu, yang tidak sempurna sebuah kewajiban kecuali
dengan adanya sesuatu itu, maka sesuatu itu pun wajib adanya.”
5.
Adanya
ijma’ (kesepakatan)
Adanya ijma’ sejak masa sahabat sampai
sekarang tentang wajibnya dakwah ilallah, meski kini kemauan dan keinginan
untuk melaksanakan kewajiban itu melemah dan mengendor.
Metode dan Sarana Dakwah
Ilallah
Uslub (metode) dan wasalah (sarana) dakwah ilallah mencakup seluruh aktivitas
kehidupan, karena kaum muslimin dengan kemampuan yang ada pada dirinya, bisa
menjadikan setiap amal yang diperbuat dan setiap aktivitas yang dilaksanakan
sebagai jalan untuk berdakwah menunjukkan manusia ke jalan yang lurus.
Kaum muslimin
generasi awal berdakwah dan mengajak manusia kedalam pangkuan Islam dengan cara
memanfaatkan profesi keseharian mereka. Setiap muslim, yang dengn ketekunan dan
profesionalisme dalam amalnya sampai derajat kekuatan, saat itu ia akan bisa
menjadi da’i yang muatsir (yang
berpengaruh) terhadap oranglain.
Tanggung
Jawab Dakwah Ilallah
Dakwah
ilallah merupakan kewajiban yang disyariatkan dan menjadi mas’uliyah (tanggung jawab) yang harus dipikul kaum muslimin
seluruhnya. Artinya, setiap muslin dituntut untuk berdakwah sesuai kemampuan
dan peluang yang dimilikinya. Tak seorang pun bebas tugas dari kewajiabn ini.
Firman Allah,
“Dan hendaklah ada di antara kalian
segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”
(Ali-Imran : 104)
Syaikh
Muhammad Abduh berkata, “Ringkasnya menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar adalah fardhu yang diwajibkan kepada
setiap muslim, sebagaimana ditunjukkan oleh makna zhair ayat tersebut
(Ali-Imran :104).”
Kaum muslimin
pada periode awal, khususnya pada zaman Abu Bakar dan Umar, telah
merealisasikan kewajiban ini. Uslub dan
wasilah dakwah tidak hanya terbatas
pada kata, namun juga perilaku dan perbuatan maka tujuan akhir dari dakwah
haruslah itqan dalam uslub dan wasilahnya sehingga terwujud bashirah dan hikmah
yang merupakan kunci keberhasilan dan kesuksesan dakwah.
Fungsi
dan Buah Dakwah Ilallah
Dakwah
mempunyai kegunaan dan tsamarah (buah) di dunia dan di akhirat, yaitu :
1.
Pertama,
mendatangkan pertolongan dan bantuan rabbani dalam perjuangan melawan kebatilan
dan jahiliyah.
2.
Kedua,
menggugah dan membangunkan manusia dari tidur panjangnya menuju kebangkitan
hakiki yang agung bersama Islam.
3.
Ketiga,
menegakkan hujah kepada orang-orang yang terus-menerus berbuat salah.
4.
Keempat,
membentuk opini umum yang benar dan selamat
5.
Kelima,
dakwah akan membuat baiknya perilaku dan istiqamahnya akhlah kita.
6.
Keenam,
dengan dakwah, kita akan memperoleh keberuntungan berupa jannah dan keridhaan
Allah di akhirat.
7.
Ketujuh,
dengan dakwah kita akan terlepas dari siksa di dunia dan di akhirat.
Sebaliknya, ditinggalkannya kewajiabn dakwah akan berakibat tersebarnya
kejelekan dan kerusakan yang akan merambah seluruh wilayah kehidupan.
8.
Kedelapan,
dakwah adalah asas pembinaan syakhshiyah
islamiyah (kepribadian islami) yang paripurna dalam membangun unsur-unsur
kebaikan dan menolak unsur-unsur kejelekan serta syakhshiyah yang siap menerima
pertolongan, dukungan, dan kemenangan dari Allah.
9.
Kesembilan,
dakwah adalah jalan menuju wihdatul ummah, karena dakwah berusaha menanamkan
nilai-nilai ukhuwah, kebersamaan, ta’awun dalam kebaikan dan taqwa serta saling
memperhatikan antara kaum muslimin.
Rangkuman BAB 1
Definisi
dan Bentuk-Bentuk Dakwah Fardiyah
Definisi yang
sederhana dari dakwah fardiyah adalah “konsentrasi dengan dakwah atau berbicara
dengan mad’u secara tatap muka atau dengan sekelompok kecil dari manusia yang
mempunyai ciri-ciri dan sifat-sifat khusus.” Adapun bentuk atau macam dari
dakwah fardiyah bisa dibagi menjadi dua, yaitu:
Pertama,
dakwah fardiyah yang muncul dari individu yang sudah berintima’ (bergabung) dengan jamaah. Maksudnya, setiap individu yang
ada daalm suatu jamaah dalam kapasitasnya sebagai da’i, melaksanakan kewajiban
berupa interaksi yang intens dengan tendensitertentu dengan orang-orang baru,
dalam upaya menarik mereka kepada fikrah islamiyah, dan selanjutnya menarik
mereka untuk bergerak bersama jamaah dalam aktivitas amal islami.
Kedua, dakwah
fardiyah yang muncul dari individu yang belum berintima’ kepada suatu jamaah.
Seseorang muslim dengan kapasitasnys sebagai bagian dari ummah, melaksanakan kewajiban dakwah ilallah dengan jalan khotbah,
ceramah, tulisan-tulisan, dan makalah, yang aktivitas ini tidak mempunyai sanad jama’i (kaitan jamaan) dan organisasi
atau tatanan haraki.
Dalil
Syar’i Dakwah Fardiyah
Dakwah
fardiyah dengan pengertian seperti diatas adalah hal yang masyru’
(disyariatkan) dengan dalil-dalil sebagai berikut:
Pertama, sesuai dengan firman Allah dalam kitab-Nya
dan sesuai dengan sabda Rasul dalam sunahnya. Allah berfirman,
“Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal shalih dan berkata, “sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang berserah diri.’” (Fushilat: 33)
Kedua, para
nabi memulai tugas dakwah mereka dengan dakwah fardiyah. Dengan petunjuk para
nabi itulah Nabi berqudwah, sebagaimana firman-Nya,
“Mereka itu
adalah orang-orang yang diberi hidayah oleh Allah, maka berqudwahlah engkau
(Muhammad) dengan hidayah mereka.” (Al-An’am: 90)
Rangkuman BAB 2
Karakteristik,
Keistimewaan, dan Pengaruh Dakwah Fardiyah
Dakwah
fardiyah adalah dakwah yang memiliki karakteristik sebagai berikut,
1.
Adanya
mukhathabah (berbincang-bincang) dan muwajahah (tatap muka) dengan mad’u
secara dekat dan intens.
2.
Istimrariyah.
Terganya keberlanjutan dakwah, khususnya di saat-saat sulit dalam kesempitan.
3.
Berulang-ulang.
Dapat dilakukan setiap saat tanpa menunggu momen tertentu. Mungkin dalam sehari
bisa dilakukan beberapa kali.
4.
Mudah,
bisa dilakukan setiap orang. Tidak banyak menyita energi dan tidak memerlukan
adanya keterampilan khusus.
5.
Bisa
terhindar dan tertutupi dari pandangan manusia, terutams musuh.
6.
Dapat
menghasilkan asas-asas dan pilar-pilar amal.
7.
Dakwah
fardiyah dapat membantu mengungkap potensi dan bakat yang terpendam.
8.
Dapat
merealisasikan tarabuth (keterikatan
yang erat) dan ta’awun (saling kerja sama) antara da’i dan mad’u.
9.
Sang
da’i akan bisa menggali pengalaman dan pembiasaan dalam aktivitas dakwah, dan
itu merupakan hal yang mutlak dibutuhkan.
10. Bisa mendorong pelakunya untuk menambah
bekal dan pengalaman, sehingga lebih mapan dalam aspek operasionalnya.
11. Bisa mengarahka sang da’i untuk
bermujahadah, karena adanya tuntunan untuk senantiasa menjadi uswah dan qudwah
bagi sang mad’u.
12. Dapat memberikan kesempatan seluas-luasnya
bagi mad’u untuk menanyakan segala sesuatu yang berkenaan dengan keislaman
dirinya.
Sedangkan
kekurangan-kekurangan yang mungkin timbul dalam aktivitas dakwah fardiyah
adalah sebagai berikut:
1.
Dakwah
fardiyah relatif menyita banyak tenaga dari banyak personel da’i.
2.
Pada
kondisi tertentu, jumlah mad’u yang mau hanya sedikit.
3.
Seorang
mad’u dalam dakwah fardiyah karena kefardiyahannya, barangkali bisa terkena
fufur, bosan, dan jenuh.
Adapun
mengenai keutamaan dakwah fardiyah, yaitu :
1.
Bisa
sering kali dilakukan. Mungkin dalam sehari bisa berkali-kali.
2.
Dakwah
fardiyah bisa dilakukan dengan spontan, tidak membutuhkan energi dan banyak
persiapan.
3.
Dakwah
fardiyah itu mudah, tidak butuh persiapan khusus dan formal yang matang.
4.
Dakwah
fardiyah itu gampang. Setiap orang atau setiap mukmin bisa bergabung
didalamnya, kendati dia tidak begitu pandai dan ahli.
5.
Dakwah
fardiyah sifatnya tertutup dan terjaga.
6.
Di
dalam aktivitas dakwah fardiyah ada media untuk mengungkapkan ide dan perasaan.
7.
Dalam
dakwah fardiyah ada kesempatan berbicara bebas.
8.
Dalam
dakwah fardiyah ada kesinambungan, karena waktu tersedia untuk berinteraksi
dengan umat tidak terbatas.
9.
Di
dalam dakwah fardiyah ada barakah nubuwah (kenabian) karena para nabi terdahulu
senantiasa memulai dakwah mereka dengan dakwah fardiyah.
Pengaruh Dakwah Fardiyah
Ada kemungkinan pada tahap-tahap
awal dakwah fardiyah tidak begitu menampakkan pengaruh dan hasil. Tanpa
mengecilkan peran dakwah ammah, dakwah fardiyah akan tetap menjadi asas
keberhasilan untuk jangka panjang.
Jika demikian, alangkah besarnya
peran dakwah fardiyah dalam memancangkan asas yang menjadi tumpuan bangunan,
kendati tidak terlihat karena terpendam dalam tanah. Sedang pengaruhnya adalah
kemegahan bangunan itu sendiri. Maka tidak mungkin salah satu akan terpisah
dari yang lain.
Rangkuman BAB 3
Spesifikasi dan Klasifikasi
Mad’u Dalam Dakwah Fardiyah
Berdakwah kepada orang muslim yang
belum sempurna Islamnya tentu harus didahulukan daripada berdakwah kepada
nonmuslim.
Berdakwah kepada sanak kerabat dan
tetangga tentunya lebih didahulukan daripada berdakwah kepada orang-orang yang
jauh. Kemungkinan mereka akan marah kalau sang da’i berdakwah kepada orang yang
jauh, sementara yang di dekatnya terbengkalai.
Berdakwah kepada sanak kerabat ini
pun dalam rangka berqudwah dan beruswah kepada Rasulullah saw. Beliau memulai
dakwah dengan perintah Allah yang menyuruh memberi peringatan kepada
orang-orang terdekat.
Berdakwah kepada yang muda harus
didahulukan daripada yang tua, karena yang muda jiwanya belum terbentuk oleh
fikrah atau perilaku tertentu.
Berdakwah kepada orang yang tawadhu’
(rendah hati) harus didahulukan daripada berdakwah kepada orang yang sombong.
Sifat tawadhu’ merupakan tanda adanya peluang besar untuk diterimanya seruan
dakwah dan haq serta beramal dengannya. Sedangkan takabur adalah tanda
pelecehan terhadap Al-Haq dan mudah meremehkan manusia.
Berdakwah kepada yang mutsaqqaf
(berwawasan luas) harus lebih didahulukan daripada berdakwah kepada yang sempit
wawasannya.
Berdakwah kepada yang belum intima’
(bergabung) kepada kelompok tertentu harus didahulukan daripada yang sudah
berintima’. Karena mereka yang belum berintima’ dalam hal ini berada di samping
jalan diantara madzhab-madzhab dan kelompok-kelompok. Sedangkan yang telah
berintima’ maka saat itu iatelah memilih satu madzhab tertentu.
Berdakwah kepada teman sekerja dan
seprofesi harus didahulukan daripada berdakwah kepada yang lainnya. Hal ini
karena biasanya antarkaryawan dalam sebuah profesi tertentu itu terjalin ta’awun (kerja sama) di antara mereka.
Dakwah kepada orang yang punya
karisma dan wibawa di hadapan kaumnya tentunya lebih didahulukan daripada
kepada yang tidak punya pengaruh dan wibawa.
Demikianlah, seorang da’i yang
brilian akan memilih untuk objek dakwahnya lahan yang lebih penting dan lebih
utama yang tidak banyak menyita waktu dan yang bisa menyesuaikan diri dengan
tabiat perjalanan dakwah yang dialaminya.
Rangkuman BAB 4
Akhlak Dalam Dakwah
Fardiyah
Pelaku dakwah fardiyah hendaknya
memiliki sifat-sifat atau akhlak sebagai berikut:
1.
Uswah
dan Qudwah
Makna uswah dan qudwah adalah keteladanan.
Sesungguhnya pribadi seorang da’i dengan segala perilakunya harus mencerminkan
gambaran profesional yang jelas dan benar tentang segala sesuatu yang
didakwahkannya dan apa yang ingin dipahamkan kepada mad’unya.
2.
Ikhlas
Semua yang keluar dari seorang da’i baik
berupa ucapan dan perbuatan harus diniatkan untuk mengharap ridha Allah sebagai
sebaik-baik balasan, tanpa menghiraukan apakah mendapat ghanimah, kedudukan,
jabatan, kemajuan atau kemunduran.
3.
Sabar
dan Ihtisab
Seorang da’i harus memperkokoh jiwanya di
dalam mengembban dan menghadapi apa saja yang akan menimpanya di jalan Allah.
Ia harus bersabar dan ihtisab (mengharap ridha Allah).
4.
Optimis
dan Tsiqah Kepada Allah
Seorang da’i tidak boleh merasa kehilangan
harapan dari salah seorang mad’unya. Pada setiap orang pasti ada kebaikan yang
dimilikinya. Seorang da’i mendapat taufiq dari Allah akan berusaha menunjukkan
kunci kebaikan ini.
5.
Pemahaman
yang Mendalam
Seorang da’i harus sempurna dalam derajat
keislamannya dan paham betul akan tugasnya dalam kehidupan. Dia harus paham
mad’u mana yang harus didahulukan dan mana yang harus diakhirkan.
6.
Pengorbanan
Seorang da’i harus mau berkorban dengan
segala sesuatu yang dimilikinya: jiwa, raga, waktu, ilmu, harta, dan segala yang
ada apanya, sampai ia berhasil mendapatkan tsiqah (kepercayaan) dari para
mad’u.
7.
Antisipasif
Atas Kegagalan Dakwah
Seorang da’i harus mengakrabi mad’u dengan
penuh kasih. Dalam benaknya harus ada di hadapannya akan menyambut seruan
dakwahnya. Hal ini agar tidak menyesal manakala gagal.
8.
Berinteraksi
Dengan Lebih Dari Satu Orang
Maksudnya, jangan sampai seorang da’i dalam
dakwah fardiyah menghabiskan waktu dan tenaganya hanya untuk berinteraksi
dengan seorng mad’u saja. Akan tetapi seorang da’i harus menjadikan amalnya
untuk berinteraksi dengan lebih dari seorang.
9.
Penuh
Perhitungan Dan Tidak Isti’jal
(Tergesa-Gesa)
Seorang da’i harus lapang dada dalam
berinteraksi dengan mad’u, sampai ia berhasil mengukur kedalaman pribadinya dan
mematangkan kualitasnya.
10. Cerdas Dan Piawai
Seorang da’i harus sensitif dan cerdas.
Harus jeli menangkap isyarat dan gejala yang sekecil-kecilnya sehingga cepat
pula dalam merumuskan antisipasinya.
11. Lemah Lembut
Sang da’i harus berpenampilan lebut dan
kalem serta tidak menunjukkan watak keras dan kasar.
12. Menjaga hak-Hak Ukhuwah Islamiyah
Seorang da’i harus termasuk orang yang
memelihara dan menjaga hak-hak ukhuwah islamiyah dengan mempersembahkan jiwa,
harta, dan segala dipunyainya.
13. Berharakah Sesuai Khithah
Seorang da’i harus mempunyai khithah (garis perjuangan) yang jelas
maksud dan tujuannya, uslub-uslubnya dan juga wasilah yang digunakan. Bahkan
harus ada gambaran yang jelas tentang berbagai alternatif pengganti manakala
memenuhi kegagalan pada wasilah tertentu.
14. Menjadikan Dakwah Sebagai Kesibuakn Utama
Seorang da’i harus memenuhi seluruh relung
jiwanya dengan dakwah. Ia tidak berdiri, duduk, bergerak, atau berhenti,
berbicara atau diam kecuali dalam kerangka dakwah.
15. Berlepas Diri Dari Segala Sesuatu Kecuali
Daya Dan Kekuatan Allah
Seorang da’i harus merasa dirinya lemah di
hadapan Allah, bertajarrud dari segala sesuatu kecuali dengan daya dan kekuatan
Allah, agar Allah membantunya dengan kekuatan, dukungan, dan kemenangan.
Rangkuman BAB 5
Tahapan Dan Metode Dakwah
Fardiyah
Ada beberapa marahil (tahapan) dalam dakwah fardiyah. Inilah tahapan-tahapan
tersebut beserta karakteristik dan uslub yang ada didalamnya.
v
Pertama
: Ta’aruf
Ta’aruf adalah upaya
untuk memahami secara mendalam tentang kondisi mad’u, dari segi kejiwaan,
pemikiran, sosial-ekonomi serta suluk (moral perilaku). Karakteristik dari
tahapan ini adalah :
Pertama, menghormati dan memberikan
kesan pada mad’u bahwa ia adalah pusat perhatian dan pengendalian.
Kedua, untuk sementara menjauhi
pembicaraan dan perbincangan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
masalah dakwah.
Ketiga, berusaha menggali dan
memunculkan apa saja yang tersembunyi di balik jiwa sang mad’u berikut segala
sesuatu yang meliputinya, sekaligus mencari metode dan saran yang memungkinkan
untuk bisa diterapkan.
Keempat, mengikuti perkembangan dan
keadaan mad’u dengan seksama, baik dari keluarganya, anaknya, dirumah, di
masjid, di jalan atau di medan kerja.
Perbincangan singkat
Perbincangan singkat adalah
berta’aruf dengan nama dan keturunan sang mad’u, asal daerahnya, profesinya,
dan tempat tinggalnya kalu memungkinkan. Perkenalan awal ini akan membantu
untuk meneruskan pembicaraan atau menghentikannya. Juga bisa membantu untuk
menentukan jenis pembicaraan kalau seandainya diteruskan.
Saling Berkunjung
Tujuan saling berkunjung adalah
untuk mewujudkan hubungan yang mesra dengan mad’u dan berma’rifah dengan
kondisi kesehariannya. Dengan begitu sang da’i menanyakan keadaannya dan
bantuan apa yang kira-kira bisa diberikan, atau berusaha untuk membantu dan
memecahkan problem yang dihadapi.
v
Kedua
: Meluruskan pemahaman dan Membentuk Kecenderungan
Tibalah tahap kedua, yakni
meluruskan pemahaman dan membentuk kecenderungan. Kondisi mad’u biasanya tidak
akan lepas dari satu di antara beberapa keadaan berikut ini:
Pertama, ada yang masih awam dengan
Islam secara keseluruhan atau sebagian, tetapi dia tidak banyak mendebat dan
sombong. Strategi yang bisa ditempuh adalah :
a.
Hiwar fardi (bincang-bincang empat mata) yang kontinu
tentang hakikat dan dasar-dasar Islam serta perannya dalam mengatur kehidupan
manusia.
b.
Mengadakan
pertemuan rutin yang terarah, yang diisi dengan taushiyah dan penugasan yang berkaitan dengan materi di atas.
c.
Menyuruh
untuk membaca buku-buku yang berkisar tentang masalah ini.
d.
Hidup
dalam suasana yang islami dengan penuh kejelian dan kebaikan pemahaman tentang
Islam atau paling tidak memberikan perhatian kepada syi’ar-syi’ar yang tengah
beraksi di pentas amal islami.
Kedua, ada yang mengerti tentang islam,
baik secara keseluruhan maupun sebagian, namun ma’rifahnya tentang Islam
menyeleweng dan tidak murni. Cara menyelesaikannya adalah sebagai berikut:
a.
Mengadakan
hiwar fardi tentang syubhat dan kebohongan-kebohongan tadi serta bagaimana
sikap Islam di dalam menghadapinya.
b.
Menyuruh
untuk menelaah buku-buku yang berkenaan dengan masalahnya.
Ketiga, ada yang paham tentang islam, namun
parsial dalam merealisasikan ajaran dan mendakwahkannya. Cara-cara yang dapat
ditempuh sebagai berikut:
a.
Mengadakan
hiwar fardi yang mustamir (secara kontinu) tentang
penyerahan totalitas permasalahan hanya kepada Allah saja, terutama dalam
masalah rezeki dan ajal.
b.
Mengadakan
pertemuan terbuka dan terarah dengan cara menyuruh salah seorang da’i yang
telah berpengalaman untuk memberikan materi berkala tentang Al-Qur’an dan
hadits, khususnya yang berisi cerita-cerita.
c.
Berusaha
untuk mengambil pelajaran dari beberapa kejadian dan peristiwa sehari-hari yang
berulang-ulang.
Apabila dilakukan secara cermat dan
sungguh-sungguh dapat menghilangkan rasa takut dan menghilangkannya dari dalam
jiwa.
Keempat, ada yang paham tentang Islam
secara keseluruhan dan mengaplikasikannya dalam jiwa, namun ia terjebak dalam
kesendirian dan terjatuh dari jamaah. Harus dijelaskan pula pentingnya samal
jama’i dan bahaya menyendiri dalam beramal, dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Mengadakan hiwar fardi yang mustamir
tentang dakwah, amal jama’i dan bahaya ‘uzlah.
b. Mengadakan pertemuan terbuka, dengan
menyuruh salang seorang da’i yang telah mapan untuk memberikan materi berkala
tentang dakwah ilallah, amal jama’i dan bahaya kesendirian dan ‘uzlah (infiradi).
c. Membaca kitab-kitab yang berkenaan dengan
masalah.
d. Da’i juga harus menjelaskan tentang kondisi
pahit yang di alami dunia Islam, yang disebabkan karena keteledoran umat dalam
berdakwah.
Kelima, ada yang paham tentang Islam secara
integral dan menyeluruh serta merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Keenam, ada yang paham tentang islam secara
menyeluruh, merealisasikannya, dan mendakwahkannya dalam sebuah tatanan jamaah.
Sehingga pada hasil akhir akan didapat jamaah yang betul-betul sesuai dengan
yang dimaksud. Caranya sebagai berikut:
a.
Mengadakan
hiwar fardi yang mustamir tentang jamaah-jamaah Islmiyah yang ada di pentas
amal islami.
b.
Mengadakan
pertemuan terbuka dan terarah, dengan cara menampilkan salah seorang da’i yang
memberikan materi jamaah Islamiyah yang idela.
c.
Menyuruh
untuk menelaah buku-buku yang berkisar tentang masah tersebut.
d.
Memantau
(mu’ayasyah) dengan seksama dari dekat tentang jamaah- jamaah ini di dalam
melaksanakan kegiatan umum, meski dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Ketujuh, ada yang paham tentang Islam
secara utuh dan beriltizam dengannya. Banyak tuduhan yang diarahkan kepadanya. Dalam
kondisi seperti ini perbincangan harus diarahkan untuk membalas tuduhan-tuduhan
dan meluruskan kesalahpahaman dengan cara sebagai berikut:
a.
Mengadakan
hiwar fardi tentang syubuhat-syubuhat dan tasaa-ulat (kesalahpahaman).
b.
Menyuruh
untuk menelaah buku-buku yang menjelaskan prinsip-prinsip jamaah ini.
c.
Mendengarkan
dengan seksama jalsah mughlaqah (pertemuan terbatas) yang disampaikan oleh para
syaikh.
v Ketiga: Menguji Kebenaran Pemahaman Dan
Kejujuran Loyalitas
Pada tahap ini harus dilakukan realisasi
dari siratul fahmi dan shidqul wala’. Caranya adalah dengan
mengikuti secara seksama perkembangan mad’u dengan cara mu’ayasyah (bergaul),
mushahabah (bersahabat), dan tajribah (mengambil pengalaman) pada setiap medan
kehidupan dan setiap aktivitas.
a.
Di masjid
b.
Di
rumah, sebagaimana firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At-Tahrim: 6)
c.
Di
saat-saat sulit
d.
Di
tengah-tengah pembicaraan dan di saat-saat diam.
e.
Dalam
hal makan dan minum
f.
Dalam
semua bentuk muamalah, baik yang berhubungan dengan harta atau yang selainnya.
g.
Dalam
semua kesempatan, ketika safar (bepergian), ketika mukim, ketika sendiri, dan
ketika dalam suasana keramaian.
Rangkuman BAB 6:
Model Dakwah Fardiyah Pada
Zaman Nabi
1. Dakwah Nabi SAW Kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq
“Diriwayatkan oleh Abul Hasan Ath-Athrablis
dari Aisyah ra. Mengatakan : suatu ketika Abu Bakar keluar ingin menemui
Rasulullah saw. Beliau adalah teman Rasulullah semasa jahiliyah. Ketika bertemu
Rasulullah, beliau mengatakan ‘ wahai Abul Qasim (julukan untuk Rasulullah)!
Saya datangi majelis-majelis kaummu, mereka menuduhmu menjelak-jelekkan
bapak-bapak dan ibu-ibu mereka.’ Rasulullah mengatakan, ‘ Sesungguhnya aku
adalah utusan Allah, aku mengajakmu ke jalan Allah.’ Setelah selesai berbicara,
Abu Bakar langsung masuk Islam. Rasulullah kemudian meninggalkannya dengan
perasaan sangat gembira seolah tiada yang lebih menggembirakan daripada masuk
Islamnya Abu Bakar.”
Di antara sebab dari cepatya Abu Bakar
didalam menyambut seruan Islam, dalam pandangan Abu Bakar, tidak mungkin
Muhammad berdusta terhadap sesamanya karena Abu Bakar tahu persis kejujuran,
amanah, kebaikan perangai, dan kemuliaan akhlak beliau. Oleh karena itu, dengan
hanya menyebutkan bahwa beliau adalah utusan Allah, Abu Bakar langsung
membenarkannya tanpa ragu-ragu.
2. Dakwah Nabi SAW Kepada Husain (Ayah Imran)
Dikeluarkan oleh Ibnu Huzaimah dari Imran
bin Khlaid bin Thaliq bin Muhammad bin Imran bin Husain, mengatakan, “Bapak
saya bercerita kepada saya, yang ceritanya itu dari ayahnya dari kakeknya,
bahwa sesungguhnya orang-orang Quraisy datang menamui Husain. Mereka sangat
menghormatinya. Mereka berkata, “Tolong tegur orang itu (Rasulullah), karena
dia telah menyebut dan mencela bapak-bapak kita” Maka bersama Husain mereka
mendatangi Rasulullah, sampai akhirnya mereka duduk di dekat pintu rumah
Rasulullah.”
Rasulullah pun mencoba untuk
berbincang-bincang dengannya dan menasehatinya hingga sampai pada satu titik
Husain masuk Islam, secepat ini Husaen masuk Islam barangkali karena kebersihan
fitrahnya, dan kebaikan budinya serta kekuatan/kehebatan argumentasi
Rasulullah.
3. Dakwah Nabi SAW Kepada Ady Bin Hatim
Dari Ady bin hatim berkata, “Rombongan
Rasulullah datang, sementara saya tengah berasa di Aqrab (kampung pelancong
dekat Damaskus). Mereka kemudia mengambil bibiku dan orang-orang lainnya. Maka
tatkala rombongan Rasulullah datang bersama orang-orang tadi kepada Rasulullah,
beliau berkata, “bentuk shaf untuknya (Ady).” Bibi berkata, ‘ Wahai Rasulullah,
saya mempunyai utusan (wakil bicara), saya sendiri sudah tidak punya anak. Usia
saya telah senja, apa yang akan bisa saya lakukan? Berikanlah karunia kepadaku
niscaya Allah akan memberi anugerah kepadamu.’ Rasulullah bertanya, ‘ Siapa
utusanmu itu? Dia menjawab, ‘Ady bin Hatim,’ Rasulullah berkata lagi ‘ Diakah
yang lari dari Allah dan Rasul-Nya? Dia (sang bibi) memohon lagi,
‘Karuniakanlah kepadaku (agar Ady masuk Islam).’”
Setelah bibinya mengabarkan apa yang
dibicarakannya tadi kepada Ady. Ady berkata, Kemudian aku masuk Islam karena
kata-kata itu. Aku melihat Rasulullah wajahnya berseri-seri.” Kemudian beliau
bersabda, “Sesungguhnya yang terkutuk adalah orang-orang Yahudi dan yang
tersesat adalah orang-orang Nasrani.”
Sementara pada riwayat lain, Ady bin Hatim
berkata, “Ketika diutusnya Rasulullah saw, sampai ka telinga saya, saya sangat
membencinya. Maka saya keluar sampai saya datang menemui Kaisar Romawi”.
Rasulullah berkata kepadaku, “Wahai Ady,
masuk Islamlah engkau, niscaya akan selamat.” Sampai Rasulullah mengulangnya
sampai tiga kali. Ady menjawab “Aku telah memeluk agama.” Rasulullah berkata,
“aku lebih tau agamamu daripada engkau, agamamu Rakusiyah (sebuah agama
sinkritisme antara Nasrani dan penyembah bintah).”
Rasulullah terus berbincang dengannya dan
menasehati tentang agama yang dipeluk oleh Ady bin Hatim hingga yang mendorong
Ady bin Hatim memeluk Islam dengan bentuk dan cara seperti ini, barangkali
karena kebersihan fitrah, kematangan pemkirannya di satu sisi, serta kekuatan
hujah dan argumentasi Rasul serta cara beliau menunjukkan jalan ke alam pikiran
dan kalbu Ady bin Hatim ra di sisi lain.
4. Dakwah Nabi SAW Kepada Thufail Bin Amru
Ad-Dausiy
Ibnu Ishaq menyebutkan, adalah Rasulullah
saw, dikenal oleh kaumnya senang memberi nasihat dan mengajak mereka kepada
keselamatan hidup. Inilah yang menjadikan orang-orang Quraisy selalu waspada
dan berpesan kepada orang-orang yang datang ke tempat mereka, agar tidak
memperhatikan Muhammad.
Thufail adalah orang bangswan dan juga
penyair ulung. Mereka berkata kepada thufail, “Wahai Thufail, kau telah mendatangi
negeri kami, sedang orang laki-laki (Muhammad) yang berada di tenagh-tengah
kita saat ini telah menyesatkan kita dan memporak-porakan jamaah dan keutuhan
kita. Perkataannya bagai sihir yang bisa memecah-belah antara seorang anaknya
dan ayahnya, seseorang dengan saudaranya, dan seorang suami dengan istrinya.”
Thufail berkata, “Demi Allah, mereka terus-menerurs berkata begitu, hingga saat
aku ke mesjid dan aku selalu menyumbat telinga saya dengan kapas agar saya
tidak mendengar ucapannya.”
Rasulullah tengah shalat di samping Ka’bah,
dan saya kemudia berdiri didekatnya, kalau seandainya baik akan aku terima dan
seandainya buruk aku akan bisa menolaknya, bukankah saya seorang penyair ulung
yang tidak khawatir untuk bisa membedakan perkataan yang baik atau yang buruk.
Hingga sampai Rasulullah ke rumah beliau
dan Thufail membuntutinya di belakang, kemudian dirumahnya Rasulullah membaca
Al-Qur’an dan menjelaskan Islam kepada Thufail. “Demi Allah aku belum pernah
mendengar perkataan sebagus ini dan tidak ada perkara yang lebih baik darinya.”
Thufail berkata lagi, “Kemudian aku masuk
Islam dan bersyahadat dengan syahadatul haq. Aku berkata ‘Wahai, Nabi Allah!
Saya ini adalah orang yang ditaati kaumku dan saya akan segera kembali kepada
mereka dan sayapun akan mengajak mereka agar mau memeluk Islam.”
5. Dakwah Mu’adz Bin Jabal Kepada Amru Bin
Al-Jamuh
Ibnu Ishaq menyebutkan, “Ketika kamu Anshar
kembali ke Madinah setelah mereka berbai’at kepada Rasulullah saw. Islam mulai
muncul di sana. Sementara masyarakat warga Madinah masih memeluk sisa-sisa
agama dari ahli syirik (agama peganisme), termasuk di antaranya Amru bin
Al-Jamuh. Anaknya bernama Mu’adz telah masuk Islam dan berbai’at kepada
Rasulullah.”
Amru bin Jamuh membuat arca di rumahnya
dari kayu yang diberi nama ‘Mnat’ sebagaimana bangsawan Arab menjadikannya
sebagai Tuhan. Seperti yang sudah, Amru bin Jamuh mengambil patung tadi,
membersihkannya, dan ia memberinya wewangian. Kemudian kali ini ia datang
membawa pedang dan menggantungkannya dileher patung tadi.
Amru bin Jamuh pun tertidur dan ketika
bangun, Amru bin Jamuh kebingungan karena patung tadi hilang dan tidak ada
ditempat semula. Ia kemudian mencarinya. Ia temukan patung itu di sebuah sumur
yang ternyata terikat dengan bangkai anjing. Ketika ia melihat dan ia renungkan
dalam-dalam tentang kejadian ini, serta siapa-siapa yang masuk Islam, ia pun
akhirnya memeuk Islam dan menjadi pemeluk setia.
Barangkali sebab masuk Islamnya Amru bin
Jamuh selain setelah fadhilah Allah tentunya adalah karena strategi jitu yang
dilakukan oleh Mu’adz bin Jabal dan Mua’dz anaknya. Mereka menjelaskan dalam
bentuk realistis operasional (tindakan nyata) bahwa apa yang disembah selain
Allah itu tidak akan bisa mendatangkan bahaya, memberi manfaat, kehidupan,
kematian, dan juga tidak akan bisa memberi kebangkitan bagi dirinya apalagi
bagi orang lain.
6. Dakwah Abdullah Bin Rawahah Kepada Abu Darda
Al Waqidy berkata, “Sebagaimana disebutka,
bahwa Abu Darda’ adalah orang yang terakhir masuk Islam diantara keluarganya
yang lain. Sebelum itu ia masih terlalu akrab dengan patungnya. Karena sangat
akrabnya sampai ia menaruh saputangan diatasnya. Abdullah bin Rawahah
mendatanginya untuk mengajak masuk Islam, namun ditolaknya. Kemudian ia
mendatanginya sekali lagi. Abdullah bin Rawahah adalah sahabat karib Abu Darda’
semasa jahiliyah. Ketika melihat Abu Darda’ ke luar rumah, Abdullah bin Rawahah
segera memasuki rumah. Disana ada istrinya yang tengah menyisir rambut.”
Abdullah bin Rawahah terus menunggu
kedatangan Abu Darda, dan Abdullah bin Rawahah merusah patung Abu Darda’.
Ketika Abu Darda’ datang dan memasuki rumahnya, ia lihat istrnya duduk
bersimpuh didekat patung yang hancur tadi. Ia bertanya, “Apa yang terjadi?”
Istrinya menjawab, “Baru saja saudaramu Abdullah bin Rawahah masuk rumah ini
dan berbuat sesuatu sebagaimana yang kau lihat sekarang ini.” Abu Darda’ marah
sekali, namun ia terus merenung seraya bergumam, ‘Seandainya patung ini
mempunyai kekuatan, tentu ia akan bisa membeka dirinya.’ Kemudian ia keluar
rumah menemui Rasulullah bersama Abdullah bin Rawahah untuk menyatakan
keislamannya.
Barangkali sebab langsung dari masuk
Islamnya Abu Darda’ ini adalah karena kecerdikan Abdullah bin Rawahah di dalam
mendefinisikan tuhan patung dari kayu dengan segala fenomena kekuatan yang
tidak mungkin untuk dimilikinya.
7. Dakwah Ummu Sulaim Kepada Abu-Thalhah
Al-Anshari
Anas ra berkata, Abu Thalhah hendak melamr Ummu
Sulaim. Ketika itu dia belum masuk islam. Ummu Sulaim berkata, “Wahai Abu
Thalhah, tidaklah kau tahu bahwa tuhan yang sembah itu tumbuhan dari dalam
bumi?” ia menjawa, “Ya”, Ummu Sulaim berkata, “bagaimana bisa engkau hendak
memperistri diriku, sedang kau tak seagama denganku, kau boleh memperistriku
jika kamu masuk Islam, karena itu mahar yang saya inginkan tidak yang lain.”
Abu Thalhah pun menyanggupinya masuk Islam,
penyebab masuk Islmanya Abu Thalhah ini adalah karena Abu Thalhah kembali
kepada kesucian fitrahnya, di satu sisi karena kecerdikan Ummu Sulaim dalam
berdakwah di sisi yang lain.
8. Dakwah Mush Ab Bin Umair Dan As’ad Bin
Zararah Kepada Usaid Bin Hudhair
Ibnu Ishaq menyebutkan dari Abdullah bin
Abu Bakar bin Muhammad bin amru bin Hazm dan lainnya, bahwa As’ad bin Zararah
keluar bersama Mush’ab bin Umair menuju rumah Bani Abdil Asyhal dan rumah bin
Mu’adz. Mereka berdua memasuki rumah itu dari arah dinding samping dekat sebuah
sumur yang bernama sumur Maraq. Mereka duduk-duduk di samping dinding itu,
berkumpul bersama orang-orang yang telah masuk Islam.
Sa’ad berkata kepada Usaid, “Wahai Usaid,
segeralah engkau temui kedua pemuda yang mendatangi kampung kita untuk
memperdaya orag-orang yang lemah di antara kita. Usir keduanya dan jangan diperkenankan
mendatangi kampung kita. Kalau seandainya tidak ada As’ad bin Zararah, tentu
aku akan melakukannya sendiri.”
Usaid pergi untuk menemui Mus’ab. Ketika
melihatnya, As’ad berkata kepada Mush’ab, “Ini tokoh kaumnya, ia mendatangimu
sekarang, maka berhati-hatilah.”. Muhs’ab berkata, “kalau dia mau duduk tnentu
aku akan berbicara dengannya”. Usaid berdiri di antara keduanya sambil marah,
“Apakah kau datang kesini hendak
memperdaya orangorang lemah di antara kami? Cepat pergi dari sini kalau kau
ingin hidup!” Mush’ab berkata, “Duduklah sejenak dan dengarka, kalau kau senang
kau bisa menerimanya, kalau tidak kau bisa menolaknya.”
Lalu Mush’ab membaca Al-Qur’an dan
menjelaskan Islam kepadanya. Usaid berkata, “Sungguh indah kata-kata itu
(Al-Qur’an), bagaimana caranya bau bisa memasuki agama ini?.” Mush’ab pun
menceritakan bagaimana caranya. Setelah mengetahui caranya Usaid pun segera
melakukannya bangkit untuk mandi menyucikan dirinya dan pakaiannya, kemudian
mengucapkan syahadat, lalu shalat dua rakaat.
9. Dakwah Mush’ab Bin Umair dan Usaid Bin
Hudhair Kepada Sa’ad bin Muadz
Ibnu Ishaq menyebutkan, ketika Usaid bin
Hudhair memeluk Islam, ia berkata kepada Mush’ab dan As’ad, “Dibelakangku ada
seseorang yang kalau dia mengikutimu (memeluk Islam) tentu seluruh kaumnya akan
mengikutimu pula. Aku akan mengutusnya untuk menemuimu sekarang. Dia adalah
Sa’ad bin Muadz.” Usaid kemudian mengambil panahnya dan segera menemui Sa’ad
beserta kaumnya yang tengah duduk-duduk di dalam sebuah rapat terbuka. Ketika
Sa’ad melihatnya, langsung berkata, “Wahai kaumku, sungguh Usaid telah datang
kepadamu dengan mimik wajah yang berbeda dengan ketika dia berangkat tadi.”
Usaid pun menceritakan apa yang telah
terjadi dan dia lakukan tadi di sana. Mush’ab berkata kepada Sa’ad, “Duduklah
dan dengarkan. Aklau kau memandangnya baik kau bisa menerimanya. Dan kalau kau
memandangnya buruk kau bisa menolaknya.” Sama seperti yang dilakukan oleh
Mush’ab saat menasehati Usaid. Mush’ab lalu menjelaskan dan membacakan
ayat-ayat Al-Qur’an. Musa bin Uqbah menyebutkan bahwa Mush’ab membacakan
awal-awal surat Az-Zukhruf dan demi Allah di wajahnya tampak cahaya Islam yang
tengah memancar sebelum ia berbicara. Dan Sa’ad pun masuk Islam dengan cara
yang sama seperti Usaid yaitu mandi terlebih dahulu untuk bersuci lalu
bersyahadat dan shalat dua rakaat.
Sebab masuk Islamnya Usaid bin Hudhair dan
Sa’ad bin Mu’adz dengan bentuk seperti itu barangkali karena hikmah dan
kecerdikan Mush’ab bin Umair dan As’ad bin Zararah, serta karena Sa’ad dan
Usaid menggunakan akalnya dan memenuhi panggilan fitrahnya.
10.
Dakwah
Nabi SAW Kepada Dhamad
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, ia berkata,
“Dhamad datang ke Makkah. Dia adalah orang yang berasal dari kampung Azad
Syanu’ah. Ia datang untuk membuktikan kabar angin. Ia mendengar dari penduduk
Makkah bahwa Muhammad gila. Ia kemudian bertanya, ‘Mana orang itu (Muhammad)?
Barangkali Allah akan menyembuhkan gilanya lewat aku.”
“aku adalah ahli dalam membaca mantra, aku
banyak menyembuhkan orang yang sakit bahkan sakit jiwa atau gila dan Allah akan
menyembuhkan lewat tanganku siapa saja yang dikehendaki, oleh karena itu
marilah saya obati.”
Kemudian Rasulullah berkata, “Segala puji
bagi Allah. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, niscaya tak seorang
pun yang akan bisa menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh-Nya,
niscaya tak seorang pun yang akan bisa menunjukinya. Saya bersaksi bahwa tiada
Ilah kecuali Allah saja yang tiada sekutu baginya.” Rasulullah mengucapkan kata
ini hingga tiga kali. Dankata itu mengejutkan Dhamad, dan Dhamad pun masuk
Islam.
Barangkali sebab masuk Islamnya Dhamad
dengan secept ini adalah karena kesucian fitrah dan kebersihan akalnya, serta
karena hikmah dakwah dari Rasulullah saw dan kepintaran beliau di dalam memilih
kalimat-kalimat yang diperdengarkan kepadanya.
Identitas
Buku
Judul Buku :
Dakwah Fardiyah (Pendekatan Personal Dalam Dakwah)
Nama Pengarang :
Dr. Sayid Muhammad Nuh
Penerbit :
Daarul Wafa’, Al-Mansurah, Mesir dan ERA INTERMEDIA
Tahun Terbit :
2004
Tempat Terbit :
Surakarta
Jumlah Halaman :
160 halaman
Ukuran Buku :
12,5 cm x 19,5 cm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar